Teori Relativitas Khusus : Percobaan Michelson-Morley
Dan Prinsip Relativitas Einstein
Teori Relativitas Khusus :
Percobaan
Michelson-Morley Dan Prinsip Relativitas Einstein
Konsep
teori relativitas
Teori relativitas khusus yang
diperkenalkan Albert Einstein ialah tingkah laku benda yang diposisikan dalam
kerangka acuan inersia, umumnya hanya berlaku pada kecepatan yang mendekati
kecepatan cahaya. Sedangkan Teori relativitas umum Einstein ialah Teori yang
lebih luas. Dimana dengan memasukkan gravitasi sebagai fenomena geometris dalam
sistem koordinat ruang dan waktu yang melengkung, juga dimasukkan kerangka
acuan noninersia (misalnya, percepatan).
Apakah
relativitas itu?
Relativitas klasik (yang
diperkenalkan pertama kali oleh Galileo Galilei dan didefinisikan ulang oleh
Sir Isaac Newton) mencakup transformasi sederhana diantara benda yang bergerak
dan seorang pengamat pada kerangka acuan lain yang diam (inersia).
Permasalahan dengan relatifitas ini
terjadi ketika diaplikasikan pada cahaya, pada akhir 1800-an, untuk merambatkan
gelombang melalui alam semesta terdapat substansi yang dikenal dengan eter,
yang mempunyai kerangka acuan. Eksperimen Michelson- Morley, bagaimanapun juga
telah gagal untuk mendeteksi gerak bumi relatif terhadap eter, dan tidak ada
seorangpun yang bisa menjelaskan fenomena ini. Ada sesuatu yang salah dalam
interpretasi klasik dari relatifitas jika diaplikasikan pada cahaya, kemudian
muncullah pemahaman baru yang lebih matang setelah Einstein datang untuk
menjelaskan fenomena ini.
Percobaan
Michelson-Morley
Gejala perambatan permukaan air atau
gelombang bunyi merambat dari satu titik ke titik lainnya karena adanya medium.
Akan tetapi, bagaimanakah halnya dengan cahaya?
Kita telah mengetahui bahwa cahaya
merambat karena perambatan gelombang elektromagnetik. Dengan demikian cahaya
dapat merambat dalam ruang hampa : buktinya cahaya matahari sampai ke bumi
menembus ruang hampa. Gejala perambatan elektromagnetik ini menimbulkan
pertanyaan bagi para pakar fisika “Apakah mungkin gelombang merambat dalam
ruang hampa?”
Paham perambatan cahaya ini
bertentangan dengan teori perambatan gelombang pada umumnya, bahwa gelombang
memerlukan medium untuk merambatkan energinya.
Pada abad XIX, para pakar fisika
terpaksa menggunakan hipotesa keberadaan eter sebagai medium perambatan
gelombang elektromagnetik. Hipotesa ini mengatakan bahwa alam semesta di jagad
ini banyak dipenuhi eter yang tidak mempunyai wujud, tetepi dapat menghantarkan
perambatan gelombang.
Michelson dan Morley adalah dua
orang sarjana fisika berkebangsaa Amerika Serikat. Mereka mencoba membuktikan
keberadaan “eter” tersebut. Alat-alat yang digunakan dinamakan Interferometer.
Prinsip kerja alat itu seperti
gambar di bawah. Pada gambar yang akan disajikan eter bergerak ke kanan dengan
kecepatan v terhadap bumi : dan cahaya merambat dengan kelajuan C terhadap
bumi.
Gambar 6-1 (a) diagram skematik dari
percobaan Micheison dan Morley. (b) jalan cahaya dari A ke B searah dengan
aliran eter, dan dari B ke A berlawanan dengan aliran eter. (c) jalan cahaya
menempuh lintasan tegak lurus dengan aliran eter.
Gambar 6-1B menunjukan jalan cahaya
dalam lintasan searag gerak eter. Dari A ke B, kecepatan eter v searah dengan
kecepatan cahaya C, sehingga eter akan mempercepat gerak cahaya.
Sedangkan dari B ke A, kecepatan eter V berlawanan dengan kecepatan cahaya c.
Sehingga eter akan memperlambat gerak cahaya. Dengan demikian kecepatan cahaya
A ke B dan dari B ke A ialah :
Vab = c + v dan Vba = c – v
Waktu yang diperlukan untuk menempuh
jarak AB ialah :
tAB = AB (VAB)-1
= L. (C + V)-1
Sedangkan waktu yang diperlukan
untuk menempuh jarak BA ialah :
tAB = AB (VAB)-1
= L. (C – V)-1
Waktu menempuh lintasan AB pulang
pergi (tx) sama dengan waktu untuk menempuh AB ditambah waktu untuk
menempuh BA. Dengan demikian :
T1 = tAB
+ tBA
T1 = L (c +v)-1
+ L (C – V)-1
T1 = LC – Lv + Lc +
Lv (C2 + V2)-1
T1 = 2 LC . (1 – V2
C-2)-1
Gambar 6-1 C menunjukan jalan cahaya
yang menempuh lintasan tegak lurus dengan gerak eter. Di bawah pengaruh
kecepatan cahaya terhadap eteer (u) adalah selisih Vektor antara kecepatan
cahaya terhadap bum (c) dengan kecepatan eter terhadap bumi (v). Secara vektor
ditulis :
U = c – v
Karena vektor u dan v saling tegak
lurus, maka besar kecepatan cahaya dapat dihitung dengan menggunakan dalil
phytagoras, yaitu :
U = √ C2 – V2
Waktu untuk menempuh lintasan AC
pulang pergi (t2) sama dengan dua kali waktu menempuh AC. Dengan
demikian :
T2 = 2 tAC
T2 = 2 AC (u)-1
T2 = 2L (√ C2
– V2 )-1
T2 = 2L √ (C2
(1 – V2 (C-2))
T2 = 2L C-1
(√ (C2 (1 – V2 (C-2)))
Bila T2 : T1
akan diperoleh :
T2 : T1 =
2LC-1 (√ (C2 (1 – V2 (C-2))) . (2
LC . (1 – V2 C-2)-1 ) -1
T2 : T1 =
(√(1 – V2 (C-2))
Hasil dari percobaan mereka
menunjukan bahwa sama sekali tidak adanya persamaan besar antara T2 dan T1.
Percobaan itu diulang dan terus diulang dalam posisi dan pada waktu
berbeda-beda. Akan tetapi hasilnya tidak ada satupun yang menunjukan perbedaan
diantara keduanya. Hingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa
hipotesis adanya eter yang terdapat di setiap posisi adalah salah atau dengan
tegasnya eter tidak ditemukan atau ada.
Misalnya, apabila kita melihat suatu
bena berubah tempat, maka kita tidak akan dapat menyatakan apakah benda
tersebut bergerak atau kitakah yang bergerak? Andaikata eter itu ada, maka eter
dapat dipaksa sebagai kerangka acuan yang tetap di alam semesta. Semua gerakan
dapat dinyatakan relatif terhadap eter yang diam. Hal ini disebabkan eter tidak
ada, maka kerangka acuan universal juga tidak ada.
Pada tahun 1905, albert eintein
mempubilkasikan makalah yang berjudul, “On the Electrodynamics of Moving
Bodies” atau dalam bahasa indonesianya kurang lebih demikian,”Elektrodinamika
benda bergerak” dalam jurnal Annalen der physik. Makalah yang menyajikan teori
relativitas khusus, berdasarkan dua postulat utama:
Teori relativitas khusus terdiri
dari dua fostulat :
Fostulat I :” Hukum fisika dapat
dinyatakan dalam persamaan yang berbentuk sama dalam semua kerangka acuan yang
bergerak dengan kecepatan tetap satu sama lain.“
Postulat ini menyatakan ketiadaan
kerangka acuan universal. Jika dua pengamat berada dalam kerangka acuan lembam
dan bergerak dengan kecepatan sama relatif terhadap pengamat lain, maka kedua
pengamat tersebut tidak dapat melakukan percobaan untuk menentukan apakah
mereka bergerak atau diam. Bayangkan ini seperti saat kita berada di dalam
sebuah kapal selam yang bergerak dengan kecepatan tetap. Kita tidak akan dapat
mengatakan apakah kapal selam tengah bergerak atau diam.
Contoh lain, ketika pesawat sedang
terbang dengan kecepatan tetap, seorang pramugari dengan santainya membagikan
makanan kepada para penumpang karena dia tidak merasakan bahwa pesawat sedang
terbang, yang dia rasakan pesawat tersebut sedang diam (coba kalau dia membagikan
makanan di dalam metromini..hehehe). Benar atau salahkah jika pramugari
tersebut mengatakan bahwa pesawat tersebut diam berdasarkan apa yang dia
rasakan? menurut teori ini benar.
Postulat II : ”Cepat rambat
cahaya di dalam ruang hampa ke segala arah adalah sama untuk semua pengamat,
tidak tergantung pada gerak sumber cahaya maupun pengamat.”
Postulat kedua adalah sebuah
konsekuensi dari foton yang tak bermassa bergerak dengan kecepatan cahaya pada
ruang hampa. Eter tidak lagi memiliki peran khusus sebagai kerangka acuan
inersia “mutlak” alam semesta, jadi bukan hanya tidak perlu, tetapi juga secara
kualitatif tidak berguna di dalam relativitas khusus. Sebagai contoh pada kasus
sederhana misalkan sebuah kereta api sedang bergerak dengan kecepatan 10 km/jam
lalu ada seorang pedagang asongan di dalam kereta berjalan ke arah depan dengan
kecepatan 2 km/jam. Menurut pengamat yang diam di pinggir rel kereta pedagang
asongan tersebut bergerak dengan kecepatan 12 km/jam (10 km/jam + 2 km/jam).
Hasil pengamatan Pengamat tersebut sesuai dengan teori gerak Newton[1].
Efek dari
Relativitas Khusus
Relativitas khusus menghasilkan
beberapa konsekuensi dari penggunaan transformasi Lorentz pada kecepatan tinggi
(mendekati kecepatan cahaya). Diantaranya adalah :
1.
Dilatasi waktu (termasuk “paradok kembar” yang terkenal)
2.
Konstraksi panjang
3.
Transformasi kecepatan
4.
Efek doppler relativistk
5.
Simultanitas dan sinkronisasi waktu
6.
Momentum relativistik
7.
Energi kinetik relativistik
8.
Massa relativistik
9.
Energi total relativistik[2]
Pidato
Einstein ketika mendapatkan teori relativitas[3] :
Bukanlah suatu hal yang mudah untuk
menceritakan secara lengkap bagaimana saya mendapatkan teori relativitas. Hal
ini disebabkan oleh adanya beragam kompleksitas yang secara tidak langsung
memotivasi pemikiran manusia. Saya pun tidak ingin menyampaikan secara rinci
perkembangan pemikiran saya berdasarkan makalah-makalah ilmiah saya, namun saya
akan secara sederhana menyampaikan pada anda esensi perkembangan pemikiran
tersebut.
Pertamakali saya mendapatkan ide
untuk membangun teori relativitas sekitar 17 tahun lalu (1905). Saya tidak
dapat mengatakan secara eksak darimana ide semacam ini muncul, namun saya yakin
ide ini berasal dari masalah optik pada benda-benda yang bergerak. Cahaya
merambat dalam lautan ether dan bumi bergerak dalam ether yang sama. Oleh
karena itu gerakan ether haruslah dapat diamati dari bumi. Namun saya tidak
pernah menemukan satu bukti pengamatan aliran ether tersebut di dalam literatur
fisika. Saya sangat terdorong untuk membuktikan aliran ether relatif terhadap
bumi, dengan kata lain gerakan bumi di dalam ether. Pada saat itu saya sama
sekali tidak meragukan eksistensi ether serta gerakkan ether tersebut.
Sebenarnya saya mengharapkan kemungkinan pengamatan pada perbedaan antara
kecepatan cahaya yang bergerak searah dengan gerakan bumi dan cahaya yang
bergerak berlawanan (dengan bantuan pantulan cermin).
Ide saya dapat direalisasi dengan
menggunakan sepasang termokopel untuk mengukur perbedaan panas atau energi
mereka. Ide ini mirip dengan eksperimen interferensi Albert Michelson, namun
saat itu saya tidak begitu familiar dengan eksperimen Michelson. Saya
berkenalan dengan hasil-nihil (null-result) eksperimen Michelson saat saya
masih mahasiswa dan sejak saat itu saya sangat terobsesi dengan ide saya.
Secara intuisi saya merasakan bahwa jika kita menerima hasil-nihil tersebut
maka ia akan mengantarkan kita pada satu kesimpulan bahwa pandangan kita
tentang bumi yang bergerak di dalam ether adalah salah. Ini adalah langkah
pertama yang menarik saya ke arah teori relativitas khusus. Sejak saat itu saya
mulai yakin bahwa jika bumi bergerak mengelilingi matahari maka gerakannya
tidak pernah dapat dideteksi dengan eksperimen yang menggunakan cahaya.
Pada tahun 1895 saya membaca makalah
Hendrik Lorentz yang mengklaim bahwa ia dapat memecahkan problem
elektrodinamika seutuhnya melalui pendekatan pertama, yaitu suatu pendekatan
dimana pangkat dua atau lebih dari rasio antara kecepatan benda dan kecepatan
cahaya diabaikan. Setelah itu saya mencoba mengembangkan argumen Lorentz pada
hasil eksperimen Armand Fizeau dengan mengasumsikan bahwa persamaan gerak
elektron, sebagaimana telah dibuktikan Lorentz, berlaku dalam sistem koordinat
baik yang mengacu pada benda bergerak maupun pada vakuum. Saya yakin dengan
keabsahan elektrodinamika yang disusun oleh Maxwell dan Lorentz dan saya sangat
yakin bahwa mereka dengan tepat menjelaskan fenomena alam yang sebenarnya.
Lebih-lebih pada fakta bahwa persamaan yang sama berlaku dalam sistem koordinat
bergerak serta sistem vakuum, jelas memperlihatkan sifat invarian (tidak
berubah) cahaya. Walau demikian, kesimpulan ini bertentangan dengan hukum
komposisi kecepatan yang dianut saat itu. Mengapa kedua hukum dasar ini
bertentangan satu sama lain? Masalah besar ini membuat saya berfikir keras.
Saya harus menghabiskan setahun penuh dengan sia-sia dalam mengeksplorasi
kesempatan memodifikasi teori Lorentz. Masalah ini terlihat terlalu berat untuk
saya!
Suatu hari, sebuah percakapan dengan
teman saya di Bern membantu saya memecahkan masalah besar ini. Saya
mengunjunginya pada hari yang cerah dan bertanya padanya: “Saat ini saya sedang
dihadapkan pada masalah besar yang saya kira tidak pernah dapat diselesaikan.
Sekarang saya ingin membagi masalah ini dengan anda.” Saya menghabiskan
pelbagai diskusi dengannya. Tiba-tiba saya mendapatkan ide yang sangat penting.
Esoknya saya katakan kepadanya : “Terimakasih banyak. Saya telah memecahkan
seluruh masalah saya.”
Ide utama saya untuk pemecahan
masalah ini berkenaan dengan konsep waktu. Waktu tidak boleh didefinisikan a
priori sebagai suatu realitas absolut. Waktu haruslah bergantung pada kecepatan
sinyal. Masalah besar ini dapat diselesaikan dengan konsep baru tentang waktu.
Hanya dalam lima minggu saya dapat
menyelesaikan prinsip relativitas khusus setelah penemuan tersebut. Saya juga
tidak memiliki keraguan akan keabsahan prinsip ini dari sisi filosopis.
Lagipula prinsip ini sesuai dengan prinsip Mach, paling tidak sebagian jika
dibandingkan dengan kesuksesan teori relativitas umum. Inilah cara saya
membangun teori relativitas khusus.
Langkah pertama menuju teori
relativitas umum muncul dua tahun kemudian (1907) dengan cara yang berbeda.
Saya tidak terlalu puas dengan teori
relativitas khusus karena prinsip relativitas hanya terbatas pada gerak relatif
dengan kecepatan konstan namun tidak dapat diaplikasikan pada gerak secara
umum. Pada tahun 1907 saya diminta oleh Johannes Stark untuk menulis ulasan
tentang pelbagai hasil eksperimen dari teori relativitas khusus dalam laporan
tahunannya Jahrbuch der Radioaktivitaet und Elektronik. Ketika diminta untuk
menulis artikel ini saya sadar bahwa teori relativitas khusus dapat diterapkan
pada semua fenomena alam kecuali gravitasi. Saya benar-benar ingin mencari
jalan untuk menerapkan teori ini pada kasus gravitasi. Namun saya tidak dapat
menyelesaikan hal ini dengan mudah. Satu hal yang membuat saya frustrasi adalah
fakta bahwa meski teori relativitas khusus memberikan relasi yang sempurna
antara kelembaman dan energi, sementara relasi antara kelembaman dan berat
(inersia dan sistem gravitasi) tidak tersentuh sama sekali. Saya curiga bahwa
masalah ini berada jauh di luar cakupan teori relativitas khusus.
Suatu hari saya sedang duduk di atas
sebuah kursi di Kantor Paten Swiss di Bern. Inilah saatnya sebuah ide cemerlang
melintas di benak saya. “Seseorang yang jatuh bebas tidak akan mengetahui berat
badannya.” Ide sederhana ini memberi saya pemikiran yang mendalam. Emosi liar
yang melanda saya saat itu mendorong saya ke arah teori gravitasi. Saya kembali
berfikir, “Seseorang yang jatuh bebas memiliki percepatan.” Pengamatan yang
dilakukan oleh orang ini sebenarnya dilakukan pada sistem yang dipercepat. Saya
memutuskan untuk memperluas prinsip relativitas dengan memasukkan percepatan.
Saya juga berharap, dengan menggeneralisasi teori ini saya akan sekaligus
memecahkan masalah gravitasi. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa orang yang
jatuh bebas tidak merasakan berat badannya akibat adanya medan gravitasi lain
yang menghilangkan medan gravitasi bumi. Dengan kata lain, setiap benda yang
dipercepat membutuhkan medan gravitasi baru.
Meski demikian saya tidak dapat
memecahkan masalah ini secara utuh. Delapan tahun saya habiskan untuk menurunkan
relasi yang nyata. Sebelum itu, saya hanya mendapatkan potongan-potongan dasar
teori tersebut.
Ernest Mach juga mengklaim prinsip
ekivalensi antar sistem-sistem yang dipercepat. Namun jelas hal ini tidak cocok
dengan geometri biasa. Hal ini disebabkan karena jika sistem-sitem semacam ini
diizinkan, maka geometri Euclidean tidak berlaku di setiap sistem. Menjelaskan
hukum fisika tanpa geometri sama saja dengan menjelaskan suatu pemikiran tanpa
kata-kata. Kita harus mempersiapkan kata-kata tersebut sebelum kita dapat
menjelaskan pemikiran kita. Jadi, apa yang harus saya letakkan sebagai landasan
teori saya?
Masalah ini tetap tak terselesaikan
hingga tahun 1912. Pada tahun itu saya menyadari bahwa teori permukaan Karl
Friedrich Gauss dapat menjadi dasar yang baik untuk memecahkan misteri di atas.
Bagi saya, koordinat permukaan Gauss merupakan peralatan yang sangat penting.
Namun saya tidak mengetahui bahwa George Riemann sebelumnya telah mengembangkan
dasar-dasar geometri yang sangat mendalam. Saya hanya ingat teori Gauss yang
saya dapat dalam kuliah dari seorang dosen matematika bernama Carl Friedrich
Geiser ketika saya masih mahasiswa. Jadi saya semakin yakin bahwa sifat-sifat
dasar dari geometri haruslah memiliki arti fisis.
Sekembalinya saya ke Zurich dari
Praha saya menemui teman dekat saya, seorang ahli matematika, Marcel Grossmann.
Ia membantu saya mencarikan referensi-referensi matematika yang agak asing bagi
saya ketika saya masih di kantor paten Swiss di Bern. Inilah untuk pertamakali
saya belajar darinya hasil karya Curbastro Ricci serta makalah-makalah Riemann.
Saya tanyakan kepadanya apakah masalah saya dapat diselesaikan dengan teori
Riemann, yaitu apakah invarian dari elemen garis cukup untuk menentukan seluruh
koefisien yang saya cari. Selanjutnya, saya berkolaborasi dengannya dalam
menulis sebuah makalah pada tahun 1913, meski persamaan gravitasi yang
sesungguhnya belum dapat diturunkan saat itu. Penyelidikan lebih lanjut dengan
menggunakan teori Riemann, sayangnya, menghasilkan banyak kesimpulan yang
bertentangan dengan harapan saya.
Dua tahun berikutnya berlalu saat
saya masih memutar otak untuk memecahkan masalah ini. Pada akhirnya saya
menemukan satu kesalahan pada perhitungan saya sebelumnya. Saya kembali mencoba
menurunkan persamaan gravitasi yang benar berdasarkan teori invarian. Setelah
dua minggu bekerja, jawaban akhir muncul di depan saya.
Setelah tahun 1915 saya mulai
mengerjakan problem kosmologi. Riset yang saya lakukan menyangkut geometri dan
waktu jagad raya. Riset ini didasarkan pada pembahasan syarat batas teori
relativitas umum dan argumen kelembaman Mach. Meski saya tidak mengetahui
sejauh mana dampak ide Mach pada substansi relativitas umum dari kelembaman,
saya yakin bahwa pemikiran besar ini merupakan filosopi dasar saya.
Mula-mula saya mencoba membuat
syarat batas persamaan gravitasi menjadi invarian. Belakangan saya bahkan dapat
menghilangkan batasan ini dengan asumsi bahwa jagad raya bersifat tertutup.
Dengan demikian saya berhasil memecahkan masalah kosmologi. Sebagai hasilnya
diperoleh bahwa kelembaman muncul sebagai satu sifat relatif di antara materi
dan haruslah lenyap jika tidak ada benda lain yang berinteraksi dengannya. Saya
yakin jika sifat penting ini membuat teori relativitas umum memuaskan kita
bahkan dalam pandangan epistemologi sekalipun. Dengan ini saya ingin
mengakhiri cerita singkat saya tentang bagaimana saya membangun teori
relativitas. Terimakasih banyak.
Rujukan
1.
Kanginan, Marthin, 1995. Fisika, Jakarta : Erlangga.
3.
Nyoman Keiasa, dkk. 1984, Energi Gelombang dan Medan, Jilid 1, Jakarta: PN
Balai Pustaka
5.
Serway, RA. 1986, Physics For Scientist and Engineers with Modern Physics, New
York : Sounders College Publishing. Terjemahan)
6.
Trippler, PA, 1976, Physics, a texs with Application to the Life Science,
California : Commings Publishing Company. Terjemahan)
8.
Willams, GA. 1973, Physical Science, Newe York: McGraw-Hill Book Company.
Menurut teori gelombang Huygens, cahaya
memerlukan medium untuk merambat. Jadi, cahaya dapat mencapai Bumi dari
Matahari karena di ruang hampa yang dilalui cahaya ada medium perambatan
gelombang cahaya yang disebut eter. Namun, belum ada bukti langsung akan
keberadaan eter tersebut. Pada tahun 1881 Albert. A. Michelson menemukan suatu
inferometer optic (alat yang berdasarkan inferrensi cahaya) sangat sensitive sekali.
Pada tahun 1887 bersama dengan E.W Morly Mischelson melakukan suatu eksperimen
dengan alat ini untuk menguji apakah eter itu ada atau tidak. Percobaan itu
berdasarkan prinsip penjumlahan vector kecepatan. Percobaan Michelson dan
Morley dilakukan dengan alat-alat Cahaya dari sumber S mengenai cermin M yang
bersifat memantulkan sebagian cahaya dan meneruskan sisanya. Sinar dipantulkan
M akan bergerak menuju cermin M2 , (kita namakan sinar 2) sedangkan sinar yang
diteruskan akan bergerak menuju cermin M1 (kita namakan sinar 1). Sinar 2 yang
dipantulkan oleh cermin M2 akan mengenai cermin M dan dipantulkan ke pengamat.
Di pengamat sinar 1 dan sinar 2 akan berinteraksi. Dengan mengamati pola-pola
interfrensi kita dapat menentukan apakah eter itu ada. Anggap eter itu bergerak
dari kanan ke kiri dengan kecepatan v= 30 km/s. kecepatan sinar dari M ke M1
adalah c-v sedangkan dari M1 ke M adalah c+v. jika panjang lintasan yang
ditempuh sinar 1 dari M ke M1 adalah I1 maka dari M ke M1 atau kembali ke M
adalah : t_1= t_1/(c-v)+t_1/(c+v)=(t_1 (c+v))/(c^2-v^2 )+(t_1 (c-v))/(c^2-v^2 )
=t_1(2c) /(c^2-v^2 )=(2t_1 c)/(c^2 (1-v^2/c^2 ) )=(2t_1)/c (1/(1-v^2/c^2 ))
Dalam rangka acuan eter sinar 2 akan melalui lintasan miring seperti
digambarkan pada gambar Lintasan miring ini diakibatkan oleh eter yang bergerak
ke kiri. Jika waktu di M ke M2 dan kembali ke M adalah t2 maka panajang
lintasan cahaya ini adalah ct2. Dari gambar (dengan phytagoras) terlihat bagwa
panjang lintasan ini sama dengan 2[t_2^2+(〖vt〗_2/2)^2 ]^(1/2) dari sini kita
menghitung 2[〖t_2^2+(〖vt〗_2/2)〗^2 ]^(1⁄2)=〖ct〗_2 4[〖t_2^2+(〖vt〗_2/2)〗^2
]^(1⁄2)=c^2 t_2^2 4t_2^2+ v^2 t^2 2= c^2 t^2 4t_2^2= t^2 2 (c^2- v^2) t_2^2=
(4t_2^2 2)/((c^2-v^2)) t_2=(2t_2)/c (1/(1- v^2/c^2 )) Perhitungan diatas dibuat
dalam kerangka eter sedang perhitungan t1 dalam kerangka alat-alat. Hal ini
diperbolehkan karena mekanika Newton, waktu tidak tergantung pada kerangka.
Hasil perhitumham t2 dapat juga diperbolehkan pada kerangka alat-alat. Pada
kerangka ini kecepatan sinar 2 relatif terhadap bumi adalah (c2-v2)+1/2 dan
panjang lintasan dari M ke M2 adalah sama dengan I2. Jadi waktu dari M ke M2
adalah I2 (c2-V2)-1/2. Waktu total dari M ke M2 dan kembali ke M adalah t_2= 〖2l〗_2
(1/((c^2-c^2 ) ))^(1/2)=(2I_2)/c (1/(1-v^2/c^2 ))^(1/2) Jadi perbedaan waktu
untuk lintasan mendatar dan lintasan vertical adalah: Δt= t_2-t_1=2/c (〖I_2
(1-V^2/c^2 )〗^(-1/2)-I_1 〖(1-v^2/c^2 )〗^(-1))) Sekarang gunakan ekspansi
pangkat berukut ini : (1-x)n = 1-nx+(n(n-1) x^2)/2-(n(n-1)(n-2) x^3)/6+⋯. Dengan x=v2/c2. Karena
x jauh lebih kecil dari 1 maka kita abaikan suku x2, Sehingga kita akan
peroleh: (1-v^2/c^2 )^(-1)=1-v^2/c^2 (1- v^2/c^2 )^(-1/2)=1- v^2/〖2c〗^2 Gunakan
ekspansi diatas apada rumus ∆t untuk memperoleh : Δt= t_2- t_1= 2/c(I_2 (1-v^2/〖2c〗^2
)-I_1 (1-v^2/c^2 )) Perbedaan waktu dari kedua sinar ini akan menyebabkan
perbedaan fase antara kedua sinar ini akan menyebabkan perbedaan fase antara
kedua sinar sehingga menghasilkan pola-pola interferensi di teropong (atau pada
layar yang dihubungkan dengan teleskop ini ) bentuk pola-pola digambarkan pada
Jika alat ini diputar 90o maka selisih kedua lintasan adalah Δt= t_2- t_2= 2/c
[I_1 (1-v^2/c^2 )-I_2 (1-v^2/〖2c〗^2 ) ] Perbedaan ∆t dan ∆t’ adalah : Δt- Δt^'=
((I_(1 )+I_2 ) v^2)/c^2 Perubahan perbedaan lintasan antara kedua kasus (
sebelum dan sesudah alat diputar) Δ= (Δt- Δt')c= ((I_1+I_2)v^2)/c^3 Jika ∆ sama
dengan satu panjang gelombang maka satu pita akan bergeser melewati tanda
silang pada osiloskop dan jika ∆ sama dengan 2 gelombang maka dua pita akan
bergeser melewati tanda silang tersebut jadi banyaknya pita yang bergeser
adalah : ΔN= Δ/λ=((I_1+I_2))/(λc^2 ) Michelson dan Morley menggunakan data
sebagai berikut : I_1≈ I_2≈11 m λ=5,5 x 〖10〗^(-7) m v^2/c^2 =(30/300000)^2=〖10〗^(-8)
Dengan menggunakan data di atas kita peroleh : ∆N = (22.〖10〗^(-8))/(5,5 x 〖10〗^(-7)
)=0,4 pita Jika Michelson dan Morley mengharapkan 0,4 pita akan melewati tanda
silang pada layer osiloskop. Namun kenyataan ia tidak sama sekali tidak melihat
pergeseran pita ini, walupun sudah melakukan percobaan ini selama setahun
lebih. Dari sini mereka menyimpulkan bahwa : (1) hipotesis tentang eter tidak
benar; ternyata eter tidak ada, (2) kecepatan cahaya adalah besaran mutlak,
tidak bergantung pada kerangka acuan inersial sumber: - Beiser.A.1981.Konsep
Fisika Modern. Jakarta : Erlangga - Krane.K.S.1983. Fisika Modern. New York :
Jonh Wiley and Sons - http: //Apa itu Relativitas « All About Fisika.html -
http: // gambaran-umum-teori-relativitas.html - http:// Fisika Modern.htm -
http: //relativitas-einstein.html